Umumnya untuk menjadi seorang dosen, yang dipersyaratkan selama ini hanya tingkat pendidikan tertentu dalam bidang yang akan diajarkan dengan nilai kelulusan yang baik. Menjadi dosen seperti "terjun bebas".
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan menjadi dosen di perguruan tinggi di Indonesia pada awalnya seakan-akan “dibiarkan terjun bebas”. Seorang dosen harus mengajar hanya berbekal pengetahuan di bidang pendidikannya dan pengalamannya ketika menjadi mahasiswa.
Demikian dikatakan Winarni Wilman, psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dalam makalahnya berjudul "Pendekatan Psikologi untuk Optimalisasi Pengembangan Diri Dosen" yang dipresentasikannya di Kampus UI, Rabu (3/3/2010) lalu. Menurutnya, cukup beruntung kalau dosen muda bisa diberi kesempatan “magang” atau ikut di dalam tim pengajar dosen senior.
Winarni menambahkan, untuk pengembangan dalam metode mengajar, dosen di Indonesia mendapat kesempatan untuk mengikuti kursus singkat dalam rangka melengkapi pengetahuan dan keterampilannya sebagai dosen, yaitu Program Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (Pekerti) dan Applied Approach (AA).
Kedua program pelatihan itu dirancang Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional (Ditjen Dikti Kemdiknas) untuk peningkatan kompetensi pedagogik para dosen. Jika Pekerti ditujukan untuk dosen muda, AA ditujukan untuk dosen senior.
"Tetapi kalau melihat isinya, yang ditekankan dari kedua program ini hanya pengetahuan dan kemampuan dosen dalam pengajaran, misalnya mampu menjelaskan tujuan umum dan khusus dari perkuliahan, mempersiapkan materi perkuliahan, serta mampu mempraktikkan penyajian dari perkuliahan tertentu," ujarnya.
Orientasi akademik
Melihat hal tersebut di atas, Winarni mengatakan, timbul kesan bahwa seorang dosen yang berlatar belakang pendidikan di bidang tertentu, dengan gelar kesarjanaan di tingkat tertentu, dan ditambah pelatihan tentang bagaimana menyajikan bahan perkuliahan, sudah cukup memadai untuk menjadi seorang dosen andal.
Memang, selain pelatihan Pekerti dan AA, dosen juga kemudian diberi kesempatan untuk mengikuti berbagai kursus atau pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilannya, misalnya, pelatihan tentang berbagai metode mengajar, metodologi penelitian, membuat proposal penelitian, menulis artikel jurnal, menyajikan kuliah dalam bahasa Inggris, dan komputer.
"Namun, orientasi dari semua itu tetap pada pengetahuan dan keterampilan mengajar dan penelitian saja. Saya pikir, hal tersebut baru mencakup dua aspek saja, yaitu pengajaran dan pendidikan, serta penelitian," tutur Winarni.
Sementara itu, untuk aspek pengabdian masyarakat, Winarni, yang merupakan seorang dosen sekaligus psikolog, cukup beruntung karena diharuskan mempunyai pengalaman praktik melayani klien-klien yang datang dengan berbagai permasalahan.
"Sehingga terbiasa berhadapan dengan masyarakat," ujarnya.( Sumber: Kompas)
Penasehat : Ketua STKIP PGRI Sumatera Barat
Penanggung Jawab :
1. Pembantu Ketua III Bid. Kemahasiswaan
2. Pembina Badan Eksekutif Mahasiswa ( BEM )
3. Kasubag Kemahasiswaan
Pimpinan Redaksi
Rio Afdani Kurniawan (Koordinator Dep. Infokom BEM)
Dewan redaksi:
1. Miswati
2. Aulia Rahmi Risnelliza
Kontributor Berita
1. Dona Gusnida Syafriani
2. Dian Lili Mertha
3. Rizki Atika
4. Hajrul Aswat
5. Fatya Putri
Kontributor Berita HIMA
1. Infokom Hima Prodi Pend. Biologi
2. Infokom Hima Prodi Pend. Sejarah
3. Infokom Hima Prodi Pend. Geografi
4. Infokom Hima Prodi Pend. Bhs Inggris
5. Infokom Hima Prodi Pend. Matematika
6. Infokom Hima Prodi Bimb & Konseling
7. Infokom Hima Prodi Pend. Sosiologi
8. Infokom Hima Prodi Pend. Bhs Indonesia
9. Infokom Hima Prodi Pend. Ekonomi
No Response to "Syarat Jadi Dosen Masih Berorientasi Akademik"
Leave A Reply